Banyak kebingungan terjadi baik di golongan pentakosta maupun non-pentakosta
Artikel ini lahir karena banyaknya pertanyaan di kalangan orang pentakosta maupun non-pentakosta tentang penggunaan bahasa roh di dalam lingkup korporat. Kebanyakan argumen dan pertanyaan keluar karena pernyataan Paulus di dalam 1 Korintus 14:23-24, 26-28 yang mengatur tentang penggunaan karunia berbahasa roh di dalam lingkup pertemuan jemaat. Pemahaman jemaat yang kurang mengenai latar belakang masalah di gereja Korintus dan juga pengertian bahasa roh menurut Paulus menambah kebingungan mereka ketika hari- hari ini ditemukan praktek berbahasa roh secara korporat yang umum dijumpai di gereja- gereja pentakosta. Kebingungan inilah yang penulis berusaha tanggapi lewat artikel ini.Tujuan penulisan ini adalah untuk orang awam dengan gaya penulisan teologia, sehingga mungkin terkesan biasa dengan gaya penulisan lisan, tetapi biarlah artikel ini menjadi pembuka terhadap diskusi sehat mengenai penggunaan bahasa roh ini.
Masalah di gereja korintus
Kita harus mengerti bahwa Paulus menulis surat Korintus untuk menanggapi masalah yang muncul spesifik di jemaat Korintus. Memang penulisan Paulus paling komprehensif tentang bahasa roh ada di Korintus karena masalah ini dibuka oleh jemaat sehingga sampai ke telinga Paulus. Tidak berarti bahwa gereja lain pada saat itu tidak berbahasa roh pada saat pertemuan jemaat. Ini hanya berarti pembaca saat ini tidak memiliki surat yang lain tentang penyalahgunaan bahasa roh (Keener, Gift, 138.)Apa yang menjadi masalah utama dalam jemaat Korintus? Ada beberapa masalah yang terlihat: 1) Paulus berusaha mengoreksi pemahaman mereka tentang penggunaan karunia-karunia roh. Khususnya dalam bahasa roh, sepertinya ada sekelompok jemaat yang melihat bahasa roh sebagai ekspresi dari tingkat spiritualitas yang lebih tinggi untuk kepentingan pribadi (1 Kor. 14:12); 2) Paulus menanggapi kekacauan di dalam pertemuan jemaat karena banyak orang berbahasa roh di depan publik ketimbang menggunakan bahasa manusia (1 Kor. 14:23); 3) Berbicara dengan bahasa roh di depan publik yang tidak diinterpretasikan menimbulkan kebingungan (1 Kor. 14:27).
Kalau mau diteliti lebih dalam, masalah utamanya mungkin diawali dari perkataan Paulus mengenai "berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih..." (1 Kor. 13:1), ternyata jemaat Korintus mengejar sebuah level spiritualitas yang berlebihan sampai mereka membanggakan memiliki bahasa malaikat di atas kasih persaudaraan (Fee, Presence, 150).
Keener menambahkan bahwa masalah yang ingin ditanggapi oleh Paulus adalah motif dan ketertiban umum (Keener, Gift, 137). Jemaat yang hadir di gereja Korintus tidak akan mendapat apa- apa apabila pembicara berbahasa roh selama 1 jam. Dan juga apa motivasi sekelompok orang ini berbicara dengan bahasa malaikat di depan umum? Mungkin saja mereka mengejar rasa kebanggaan pribadi karena dinilai lebih spiritual dibanding yang lain (1 Kor. 14:6-9,12).
Paulus Menjelaskan Tujuan Dari Semua Karunia Roh
Sebelum masuk kepada penyalahgunaan bahasa roh, Paulus sudah terlebih dahulu mengoreksi pandangan spiritualitas jemaat Korintus yang salah di pasal 13. Paulus menjelaskan bahwa ada rupa-rupa karunia roh, tetapi yang memberikan adalah satu Roh saja (1 Kor. 12:4), serta tujuan karunia itu diberikan adalah agar semua jemaat di dalam tubuh Kristus mempunyai andil untuk berkontribusi secara nyata dan saling memperhatikan (1 Kor. 12:11-27), dan goal akhirnya adalah agar semua jemaat dapat dibangun dalam kasih (1 Kor. 12:7; 13:1-2; 14:4,12,17,19).
Kalau pembaca jeli melihat, jelas yang Paulus koreksi adalah kesalahan pandangan terhadap level spiritualitas yang berlebihan dan itu sampai mengganggu pertemuan jemaat karena keegoisan dan kecenderungan untuk membanggakan diri. Ini yang menjadi masalah utama di 1 Korintus 12-14. Dengan pemahaman ini seharusnya pembaca memiliki kerangka untuk memasuki permasalahan di pasal 14, karena apa yang dibahas oleh Paulus di situ spesifik untuk jemaat Korintus pada saat itu. Tentu prinsip-prinsip yang dibagikan bisa diartikan untuk konteks tubuh Kristus yang lebih luas, tetapi pembaca juga harus mengerti latar belakang dituliskannya 1 Korintus 12-14.
Pandangan serta pertanyaan jaman now
Secara umum saya melihat ada beberapa pandangan yang dianut secara luas oleh golongan pentakosta perihal penggunaan bahasa roh ini:
- Hampir semua orang setuju bahwa sumber dari aktivitas rohani adalah Roh Kudus itu sendiri, termasuk berbahasa roh. Roh memberikan kata-kata kepada orang percaya yang tidak dimengerti oleh dia dan pendengar lain kecuali oleh Allah itu sendiri.
- Hampir semua orang pentakosta setuju bahwa bahasa roh sangat diperbolehkan untuk digunakan secara pribadi sebagai bentuk doanya kepada Allah (1 Kor. 14:2,4).
- Sebagian orang pentakosta setuju dengan fungsi dan kegunaan bahasa roh dalam membangun diri sendiri dan juga untuk doa, pujian, dan penyembahan; tetapi ada dua kubu ketika bahasa roh ini digunakan secara korporat. Misalnya: di dalam ibadah dimana jemaat berdoa dengan bahasa roh secara serempak, atau di dalam kebaktian doa bersama dimana masing-masing diijinkan berdoa dengan bahasa roh secara pribadi kepada Tuhan dalam waktu yang bersamaan. Apakah itu sesuai dan tidak berbenturan Alkitab?
Pandangan ketiga inilah yang biasanya selalu dikaitkan dengan 1 Korintus 14 perihal penggunaan bahasa roh di depan publik dan menimbulkan kebingungan di kalangan pentakosta sendiri. Apakah boleh kita berdoa dalam bahasa roh bersama-sama di dalam ibadah? Apakah boleh kita bernyanyi dalam roh dalam liturgi ibadah? Apakah bahasa roh benar-benar dialienasi kepada penggunaan privat saja atau boleh di dalam korporat dengan beberapa catatan?
Dua jenis bahasa roh atau dua jenis kegunaan?
Beberapa jemaat pentakosta mungkin tersudutkan dalam menganut paham ada dua jenis bahasa roh. Apakah Paulus memisahkan karunia roh untuk pribadi (1 Kor. 14:5), dan karunia berkata-kata dengan roh untuk kepentingan jemaat (1 Kor. 12:30b)? Secara terminologi, keduanya menggunakan bahasa Yunani yang sama: γλώσσαις λαλοῦσιν ("berkata-kata dalam bahasa roh") di dalam 12:30, dan λαλεῖν γλώσσαις ("berkata-kata dalam bahasa roh") di dalam 14:5. Jadi tidak ada dua jenis bahasa roh menurut Paulus (Turner, Tongues, 238).
Lebih baik dan lebih jelas bahwa ada dua fungsi di dalam bahasa roh: satu untuk privat dan satu untuk publik (karena blog tidak bisa dibuat footnote jadi saya tampilkan semua di sini: Turner, Tongues, 238, dan lihat Budiselic, Glossolalia, 179,187, dan Fee, Presence, 172-173, 217-221). Fungsi privat bisa dijelaskan lewat doa seperti yang dilakukan oleh Paulus (1 Kor.14:14-15; Ef. 6:18; Yud. 20), dan dipakai dalam pujian (Kis. 2:11; 10:46).
Pada penggunaan publik, bahasa roh yang diinterpretasikan jauh lebih bermanfaat ketimbang bahasa roh yang tidak diinterpretasikan (1 Kor. 14:13-19). Keener menambahkan bukan hanya bahasa roh yang perlu ditafsirkan, tetapi juga karunia dan praktik lain yang tidak tertib dan dengan motivasi yang salah. Walaupun Allah memberikan berbagai karunia seperti bernubuat, namun orang percaya harus bisa berhikmat dalam membatasi ekspresi karunia itu. (Keener, Gift, 137).
Untuk merangkum pembahasan kita di atas, maka saya percaya tidak ada perbedaan karunia bahasa roh di dalam 1 Korintus 12 dan 14, tetapi ada penggunaan yang berbeda dalam lingkup privat dan publik. Penggunaan privat dan publik ini yang akan kita bahas berdasar pada kerangka berpikir 1 Korintus 12 dan 14 selanjutnya.
"Adakah mereka semua nabi?... usahakanlah dirimu untuk memperoleh terutama karunia bernubuat"
Di dalam 1 Korintus 12:28-30, Paulus menetapkan bahwa ada hierarki di dalam karunia roh yaitu pertama rasul, kedua nabi, dan ketiga pengajar. Setelah itu tidak diberitahukan adanya hierarki tersebut. Hanya dikatakan secara kolektif karunia-karunia roh yang berlain-lainan (ay.28). Di ayat 29-30 Paulus memberikan pertanyaan retoris yang perlu dicermati.
Kerangka berpikir memahami 1 Korintus 12:28-30 dan 1 Korintus 14:1-4 begitu penting untuk bisa secara konsisten dan koheren menjawab pertanyaan apakah bahasa roh diperuntukan untuk semua orang percaya apa tidak. Mari buka hati dan pikiran, dan renungkan bersama saya pelan-pelan!
Di dalam 1 Korintus 12:29, Paulus menanyakan sebuah pertanyaan retoris ("Adakah mereka semua nabi?"), yang sebetulnya jawaban yang diharapkan dari pembaca adalah "tidak". Tetapi kalau kita melihat argumen Paulus di dalam 1 Korintus 14, khususnya pada ayat 1 dan 31, dikatakan jelas bahwa karunia bernubuat bisa diusahakan dan dikejar. Di satu sisi Paulus berkata bahwa tidak semua orang memiliki karunia untuk bernubuat (12:28-30), tetapi di sisi lain Paulus berbicara bahwa orang percaya diminta untuk mengejar karunia bernubuat (14:1,31.) Berarti ada suatu pemahaman bahwa ada karunia bernubuat yang secara khusus diberikan untuk berbicara didepan publik, dan ada juga fungsi bernubuat dimana semua orang percaya diminta untuk mengusahakannya. Dengan mengikuti kerangka berpikir ini, kenapa kita tidak berusaha mengaplikasikannya untuk bahasa roh? (Menzies, Response, 287.)
Kenapa kita tidak mengikuti alur logika dari konsep bernubuat itu saja? Bahwa ada perbedaan bahasa roh yang dipergunakan secara korporat dan kegunaan bahasa roh secara pribadi lepas pribadi kepada Tuhan (1 Kor. 14:27-28 untuk publik dan 1 Kor. 14:5,18 untuk privat.) Jadi jelas kalau tidak semua diberikan karunia sebagai nabi (12:28) padahal Paulus meminta semua orang percaya bisa bernubuat (14:1,31), jelas bahwa ada kegunaan bahasa roh secara khusus di depan publik yang harus diinterpretasikan (14:27-28), dan kegunaan bahasa roh secara privat yang tidak perlu diinterpretasikan (14:5,18.) Serta ada universalitas untuk bahasa roh itu, bahwa setiap orang percaya bisa mendapatkan karunia berbahasa roh sebagaimana Paulus berargumen setiap orang bisa mengusahakan karunia bernubuat.
Bahasa roh yang diinterpretasikan
Penyalahgunaan di dalam Jemaat Korintus adalah ketika lebih dari satu orang berbicara di depan jemaat seperti layaknya orang hendak mengajar atau berkotbah tetapi dengan menggunakan bahasa roh (1 Kor. 14:6,19,27,28). Bagaimana jemaat tidak pusing kalau pendeta berkotbah 20 menit dengan bahasa roh! Itulah yang menjadi masalah di jemaat Korintus yang Paulus berusaha koreksi. Saya yakin kita hari ini juga tidak suka datang ke gereja dimana kotbah dan pengajaran disampaikan dengan bahasa roh, karena itu benarlah Paulus mengatakan bahwa "dalam pertemuan jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga..." (ay. 19.)
Doa dengan bahasa roh secara bersamaan
Jadi menurut saya jelas bahwa masalah di jemaat Korintus berbeda dengan apa yang dipertanyakan jemaat mengenai doa dengan berbasaha roh secara bersama-sama atau memuji menyembah Tuhan secara pribadi lepas pribadi dengan bahasa roh dalam konteks korporat. Berbeda sekali!
Tetapi baiklah kita juga memberikan fondasi yang benar untuk praktik berbahasa roh yang lumrah dilakukan di gereja-gereja pentakosta jaman now. Apakah jemaat yang secara pribadi lepas pribadi berdoa dengan rohnya kepada Tuhan di tengah-tengah ibadah perlu diinterpretasikan?
Pernyataan Paulus di dalam 1 Korintus 14:5, "Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa roh, tetapi lebih dari pada itu, supaya kamu bernubuat" jangan diartikan bahwa Paulus tidak setuju dengan bahasa roh dan meninggikan nubuatan. Tidak, karena secara eksplisit Paulus juga menjelaskan berdoa dengan roh itu membangun diri penggunanya sendiri (ay. 4,) bahkan Paulus sendiri menggunakan karunia ini secara ekstensif (ay.18.)
Saya ingatkan kembali bahwa ada dua penggunaan untuk bahasa roh yaitu untuk privat atau devotional dan publik atau ministerial. Dan Paulus tidak mempermasalahkan jemaat yang menggunakan bahasa roh secara devotional meskipun dalam konteks ibadah. Apa yang menjadi keberatan Paulus adalah jika penyalahgunaan bahasa roh di dalam ruang lingkup publik. Jangan dikategorikan seluruh penggunaan bahasa roh hanya kepada lingkup privat dalam arti sendirian saja di kamar! (Budiselic, Glossolalia, 189.)
Kalau kita jujur pada eksegese 1 Korintus 14, Paulus tidak membahas soal jemaat yang bersama-sama berdoa dan memuji dengan bahasa roh. Dia sedang membahas tentang beberapa orang yang secara bersamaan atau bergantian berbicara di depan publik dengan bahasa roh untuk tujuan mengajar atau berkotbah yang sama sekali tidak membangun (ay. 6,16).
Paulus tidak membatasi orang yang ingin berdoa dan bernyanyi dalam roh seperti yang dikatakan di dalam 1 Kor. 14:15,
Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku,Tentu kalau yang dimaksudkan Paulus adalah penggunaannya secara privat, sah-sah saja dilakukan di dalam ibadah. Karena ini berbicara mengenai pribadi itu dengan Tuhan sendiri. Bahkan pada ayat 28, Paulus menekankan sekali lagi:tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku ; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku.
Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan Jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah.Apakah Paulus menyuruh orang untuk berdiam diri dan tidak boleh berbicara sama sekali dalam konteks ibadah? Tidak. Dia lebih setuju jika orang itu berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah. Inilah yang menurut saya menjadi praktik yang dilakukan oleh gereja-gereja pentakosta pada umumnya. Jemaat diajak untuk memuji dalam roh dan berdoa dalam roh kepada Allah dan kepada dirinya sendiri. Jemaat tidak diajak untuk berkata-kata dengan bahasa roh kepada sesama, melainkan berfokus kepada diri sendiri dan Allah. Keener menjelaskan lebih lanjut,
Mungkin Paulus tidak akan berkeberatan dengan pertemuan doa di mana banyak orang berbicara di dalam roh secara bersamaan, serupa dengan pengalaman yang digambarkan dalam 1 Samuel 10:5-6 dan 19:20, namun ia tidak setuju dengan apa pun yang akan mengganggu perkumpulan jemaat itu dari tujuan-tujuan utama mereka berkumpul: pertumbuhan rohani, nasihat, dan penginjilan (Keener, Gift, 160.)
Dilakukan dengan sopan dan teratur
Saya menyikapi hal ini sebagai sebuah nasihat dari Paulus agar gereja juga tidak pergi ke ekstreme yang satu lagi dimana bahasa roh secara total dilarang dan tidak diperbolehkan. 1 Korintus 14:39 jelas mengatakan,dan janganlah melarang orang yang berkata-kata dengan bahasa rohYa, kita akan larang dia berbahasa roh jika terlalu kencang dan membuat fokus jemaat kepada pribadi orang tersebut. Ya, kita akan larang dia jika dia mulai naik ke mimbar dan berkata-kata dengan roh untuk maksud pengajaran dan pembinaan. Tetapi selama itu jemaat yang berhubungan langsung kepada Allah dan bermaksud untuk membangun dirinya sendiri, saya sependapat dengan Paulus bahwa itu tidak boleh dilarang dan hendaknya dilakukan dengan sopan dan teratur (1 Kor. 14:39-40.)
Bukankah gereja-gereja pentakosta telah melakukan liturgi ibadah mereka dengan sopan dan teratur menurut apa yang mereka yakini itu? Karena itu tidak baik jika kritikan yang diberikan menurut standard denominasi lain, sebab standard sopan setiap gereja berbeda-beda. Paulus memberikan sebuah goal yang jelas bahwa semua itu dilakukan demi kepentingan jemaat banyak dan membangun jemaat (1 Kor. 12:7.)
Kesimpulan
Akhir kata, saya sudah menjelaskan bahwa ada perbedaan eksplisit antara kegunaan bahasa roh yaitu privat dan publik. Paulus menanggapi masalah utama jemaat Korintus yang memiliki pemahaman tentang spiritualitas yang salah dan cenderung menyombongkan karunia roh itu sendiri, serta menanggapi orang yang berbicara di depan publik dengan maksud pengajaran menggunakan bahasa roh yang tidak dimengerti. Saya sudah menjelaskan kerangka berpikir dari 1 Korintus 12:28-30 yang perlu diaplikasikan juga untuk pemahaman peruntukan bahasa roh untuk semua kalangan orang percaya, dan bukan hanya sekumpulan orang saja. Penggunaan bahasa roh secara privat di ibadah korporat diperbolehkan karena dia berbicara kepada dirinya sendiri dan kepada Allah (1 Kor. 14:4,15,28.) Karena itu praktik berdoa dalam roh dan memuji dalam roh secara bersamaan itu diperbolehkan dan tidak berbenturan dengan prinsip 1 Korintus 14.
Daftar Pustaka
Budiselic, Ervin. 2016. "Glossolalia: Why Christian Can Speak in Tongues in a Church Service Without Interpretation." Kairos Evangelical Journal of Theology Vol. X, no. 2, 177-201.
Fee, Gordon D. 1994. God's Empowering Presence: The Holy Spirit in The Letters of Paul. Peabody: Hendrickson.
Keener, Craig S. 2015. Gift and Giver: Mengenali dan Mengalami Kuasa Roh Kudus. Jakarta: Perkantas.
Menzies, Robert P. 1999. "Paul and The Universality of Tongues: A Response to Max Turner." Asian Journal of Pentecostal Studies Vol 2, no. 2, 283-295.
Turner, Max. 1998. "Tongues: an Experience For All in The Pauline Churches?" Asian Journal of Pentecostal Studies Vol. 1, no. 2, 231-253.
Comments
Post a Comment