Bagaimana Orang Percaya Menghidupi Injil?
Bagian ini yang akan dibahas dalam seri selanjutnya dalam kitab Galatia pasal yang ke-2. Tentu ada banyak sekali aspek dan sisi dari pasal 2 untuk dijadikan satu entry blog tersendiri, tetapi saya mau kita memfokuskan kepada gaya hidup orang yang menerima Injil kasih karunia ini.
Di dalam ayat ke-3 kita melihat bahwa Tituspun tidak mau mengikuti keinginan orang- orang Judaizer ini untuk disunat. Paulus bersikeras tidak mau mengikuti keinginan saudara- saudara palsu itu (ay.5), untuk mempertahankan kemurnian dan kekuatan dari Injil. Sebetulnya ada apa dengan disunat? Saya awalnya berpikir secara pragmatis untuk Titus disunat saja, dan masalah akan beres. Rombongan dari Yerusalam senang dan Paulus bisa melanjutkan misinya mengabarkan Injil tanpa dihambat.
Penyunatan Kebebasan Injil
Rupanya, Paulus tidak setuju Titus disunat bukan karena argumen lahiriah saja, tetapi lebih kepada nilai intrinsik dari Injil tersebut.
Injil yang kita percayai adalah bahwa seseorang dibenarkan dan diperdamaikan dengan Allah semata- mata karena kasih karunia dan melalui iman saja. Nah, rombongan palsu ini berkata, "bagus anda menerima Yesus Kristus, kamipun juga... tetapi anda harus tetap disunat dan mengikuti Hukum Taurat untuk bisa diselamatkan secara sempurna."
Inilah yang membuat Paulus geram dan tidak setuju. Kalau Titus diijinkan disunat maka robohlah apa yang Paulus bangun selama ini dengan mengatakan bahwa orang diterima oleh Allah secara kasih karunia... wong Titus saja disunat.
Kalau Titus disunat akan memberikan efek implisit kepada jemaat non-Yahudi bahwa percaya kepada Yesus tidak cukup. Itu hanya memberikan tiket surga kelas 2. Tiket surga kelas 1 hanya bagi mereka yang percaya, disunat, taat Hukum Taurat dari para rabi, dan hidup seperti Yahudi. SALAH BESAR!
Kalau Titus disunat akan memberikan efek implisit kepada jemaat non-Yahudi bahwa percaya kepada Yesus tidak cukup. Itu hanya memberikan tiket surga kelas 2. Tiket surga kelas 1 hanya bagi mereka yang percaya, disunat, taat Hukum Taurat dari para rabi, dan hidup seperti Yahudi. SALAH BESAR!
Paulus Menentang Petrus
Di ayat ke-11 kita melihat perseteruan antara Paulus dengan Petrus, karena Petrus berlaku "tidak sesuai dengan kebenaran injil." Entah alasannya apa, Petrus tidak jadi makan babi goreng dan kepiting asap (makanan enak gak kosher menurut Yahudi) dengan teman- teman kafirnya ketika orang Yahudi dari Yerusalem datang.
Petrus berlaku munafik secara tiba- tiba karena mungkin takut perkataan dan opini dari rombongan yang mengaku satu tim dengan Yakobus (saudara tiri dari Yesus).
Hidup Tidak Seirama Dengan Injil
Paulus menegur Petrus keras, karena hidupnya sudah mulai melenceng dari kebenaran Injil. Untuk teman- teman pelajari konteks dari kehidupan Petrus, coba baca Kisah Para Rasul 10-11. Petrus sudah mengalami perjumpaan supernatural dengan Tuhan mengenai orang- orang yang dianggapnya kafir. Petrus sudah tahu bahwa Tuhan menerima semua bangsa, dan tidak perlu mereka dipaksa jadi Yahudi. Tetapi di Galatia 2, ternyata Petrus tidak menghidupi Injil itu; mendadak jadi plin plan... dia jadi bunglon yang menyamarkan kebenaran Injil dari hidupnya.
Hidup anda dan saya juga bisa tidak seirama dengan injil ketika kita melakukan 3 hal seperti yang Petrus lakukan:
- Takut. Ya, Petrus takut dengan orang- orang dari Yerusalem. Takut diomongin, takut tidak diterima oleh orang Yahudi dari Yerusalem. Injil yang sejati membuat kita tidak takut kepada dunia ini (2 Tim. 1:7, Rom. 8:31-34). Allah yang membenarkan kita adalah Allah yang akan membela kita. Justru ketika kita menjadi khawatir dengan masa depan, apa kata orang, maka sesungguhnya hidup kita tidak sejalan dengan Injil Kristus.
- Munafik. Arti sederhana dari munafik adalah pura- pura menjadi seseorang yang bukan kita. Petrus sudah tahu kebenaran bahwa Yesus menerima dan membenarkan seseorang bukan berdasarkan apa yang dilakukan, tetapi semata- mata karena kasih karunia-Nya. Petrus berlaku munafik dengan mundur dari persekutuan orang kafir itu. Yesus sudah memperingatkan di Lukas 12:1-4 mengenai bahaya ragi orang Farisi yaitu kemunafikan. Yesus mengkritik dengan kerasa gaya hidup orang Farisi yang munafik. Mereka mempertontonkan yang baik- baik di luar supaya dipuji, padahal dalamnya adalah seperti liang kubur yang kotor dan bau! Kalau hari ini, kita hidup dalam kemunafikan, itu bukan gaya hidup Injil. Kita datang ke gereja apa adanya, datang ke Tuhan apa adanya. Tidak usah pakai topeng dan masker, karena toh Tuhan menerima kita bukan karena kebaikan kita.
- Legalisme. Paulus keras dengan sifat Petrus karena mempertontonkan legalisme. Legalisme adalah ketika kita menuntut orang untuk melakukan syarat- syarat dan kondisi Hukum Taurat untuk bisa diterima oleh Allah dan komunitas. Pada jaman itu, syarat yang ditetapkan adalah tidak boleh makan bersama orang kafir dan makanan tidak kosher, serta harus disunat! Setiap jaman roh legalisme ini berbeda- beda, tetapi nafasnya sama: suatu budaya yang menjunjung tinggi aturan- aturan agamawi sampai menghilangkan sukacita Injil itu sendiri. Jangan salah paham loh ya, aturan dan syarat melayani itu perlu dan berbeda dengan apa yang Paulus maksudkan di sini. Legalis adalah ketika kita menaruh syarat kepada seseorang untuk diterima oleh Tuhan, padahal Tuhan sendiri tidak meminta syarat itu.
Melangkah Bersama Injil
Galatia 2:20 berkata,
namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku... hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.Orang percaya berbeda dengan orang dunia. Kristus menjadi kehidupan kita. Ini harus dipahami dan direnungkan betul, karena pemahaman ini akan membawa kemerdekaan dan kebebasan melayani sebagai orang percaya.
Bedakan antara: aku hidup bagi Kristus dan aku hidup oleh Kristus. Aku melayani untuk Kristus dan aku melayani oleh karena Kristus. Bukan permainan semantik, tetapi motivasi yang mendasari kita melayani itu yang berbeda.
Kalau betul Kristus hidup di dalam kita, maka kemampuan dan keinginan untuk melayani juga datang dari Dia (Fil. 2:13). Respons kita adalah bekerja sama dengan dorongan dari dalam untuk menyelesaikan rencana Tuhan dalam diri kita.
Tidak lagi kita merasa capai dan terbeban dalam hidup, karena Kristuslah hidup kita. Kalau kita masih merasa capai setiap Minggu, terpaksa dalam pelayanan, coba di check. Apakah motor penggerak hidup kita Kristus atau diri kita sendiri?
Hal ini akan dibahas lebih dalam di postingan selanjutnya, Tuhan berkati.
Comments
Post a Comment